Ojo Ndesoni….
Mungkin
ini satu diantara banyak salah kaprah yang terbentuk dalam “mindset”
kebanyakan penduduk Indonesia ketika mendengar kata NDESO…
Sudah sering saya menjumpai suatu pameran lukisan secara tidak sengaja,
di lobi-lobi kampus atau di stasiun kereta besar, ketika tema yang
diangkat adalah penderitaan atau kemiskinan, foto atau lukisan petani
yang membawa hasil kerja keras mereka ke pasar yang muncul disana.
Saya khawatir tren ini akan terus berkembang di masyarakat, sehingga
pikiran kita selalu ter-asosiasikan bahwa ketika nama desa disebut,
maka yang muncul adalah penderitaan, kemiskinan, kesusahan.
Bukan saya memungkiri bahwa tidak sedikit penduduk suatu desa yang
berada dalam garis kemiskinan. Berdasarkan data September 2011,
penduduk miskin yang tinggal di desa mencapai 18,94 juta jiwa (Badan
Pusat Statistik) sedangkan yang tinggal di kota ‘hanya’ 10,95 juta
jiwa. Padahal secara kasat matapun jelas, wilayah pedesaan jauh lebih
besar dibanding perkotaan.
18 taun saya hidup di desa, tapi yang saya lihat justru
adalah kemandirian, persaudaraan, kekeluargaan yang kental diantara
penduduknya. Ini yang tidak lagi saya jumpai hampir 6 taun tinggal di
hingar-bingar ibukota.
Ibu saya selalu berkata, “berbahagialah kamu lahir sebagai orang desa, tapi asal ojo ndesoni…”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar